Minggu, 22 April 2012

mekanisme pasar


TUGAS MAKALAH TAFSIR HADIST AHKAM II
Tentang; Mekanisme Pasar





Oleh:

Paisal Hadryanto Purba                 : 20090730009




PROGRAM STUDI EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2012



Pendahuluan
Pasar, negara, individu dan masyarakat selalu menjadi diskursus  hangat  dalam ilmu  ekonomi. Menurut ekonomi kapitalis (klasik), pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem  perekonomian.  Ekonomi  kapitalis menghendaki  pasar bebas untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi, mulai dariproduksi, konsumsi sampai distribusi. Semboyan kapitalis adalah lassez faire et laissez le monde va de lui meme (Biarkan ia berbuat dan biarkan ia berjalan, dunia akan mengurus diri sendiri). Maksudnya, biarkan sajalah perekonomian berjalan dengan wajar tanpa intervensi pemerintah, nanti akan ada invisible hands[1] yang akan membawa perekonomian tersebut ke arah equilibrium.
Jika banyak campur tangan pemerintah, maka pasar akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian pada ketidak efisienan (inefisiency) dan ketidak seimbangan. Menurut konsep tersebut, pasar yang paling baik adalah persaingan bebas (free competition), sedangkan harga dibentuk oleh kaedah supply and demand. Prinsip pasar bebas akan menghasilkan equilibrium dalam masyarakat, di mana nantinya akan menghasilkan upah (wage) yang adil, harga barang (price) yang stabil dan kondisi tingkat pengangguran yang rendah (fullemployment).
Untuk itu peranan negara dalam ekonomi sama sekali harus di minimalisir, sebab kalau negara turun campur bermain dalam ekonomi hanya akan menyingkirkan sektor swasta sehingga akhirnya mengganggu equilibrium pasar. Maka dalam paradigma kapitalisme, mekanisme pasar diyakini akan menghasilkan suatu keputusan yang adil dan arif dari berbagai kepentingan yang bertemu di pasar. Para pendukung paradigma pasar bebas telah melakukan berbagai upaya akademis untuk menyakinkan bahwa pasar adalah sebuah sistem yang mandiri (self regulating).
Sungguh elok kehidupan ekonomi yang diatur secara islami. Bila diterapkan dengan disiplin, tidak akan pernah ada praktek-praktek yang tidak sehat dalam bisnis karena sejak awal Rasulullah SAW telah melarangnya. Beliau tidak menganjurkan campur tangan apapun dalam proses penentuan harga oleh negara ataupun individual, apalagi bila penentuan harga ditempuh dengan cara merusak perdagangan yang fair antara lain melalui penimbunan barang.

Diriwayatkan dari Anas, ia mengatakan bahwa harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW., para sahabat mangatakan, Wahai Rasulullah, tentukan harga untuk kita. Beliau menjawab, “Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pensurah, serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kedzaliaman dalam hal darah dan harta[2].
Diriwayatkan dari said al-Mussayab, dari Mu’ammar ibnu Abdullah, dari Rasulullah SAW., bahwasanya belilau bersabda,“Tidak ada yang melakukan penimbunan barang kecuali pembuat kesalahan (dosa)[3].
Islam diturunkan ditanah kelahiran yang memiliki kegiatan ekonomi yang tinggi. Bangsa Arab sudah berpengalaman selama tak kurang dari ratusan tahun dalam beraktivitas ekonomi. Jalur perdagangan bangsa Arab ketika itu terbentang dari Yaman sampai kedaerah-daerah mediteranian. Ajaran islam sendiri diwahyukan melalui Nabi Muhammad SAW., seorang yang terlahir dari keluarga pedagang, Muhammad menikah dengan seorang saudagar yakni Siti Khadijah dan beliau melakukan perjalanan bisnis sampai ke syiria (kafilah/caravan). Kemunculan budaya Islam memberikan kontribusi yang sangat besar kepada kemajuan pembangunan ekonomi dan teori  ekonomi itu sendiri.
Dalam sejarah ekonomi, Murray Rothhbard memberi catatan bahwa pemahaman yang sudah maju mengenai definisi dan fungsi pasar (Scholastic) di temukan pada bahan kajian akademik para sarjana (School of Salamanca) pada abad keenam belas, dengan sejarah peradaban Yunani kuno sebagai bahan kajian perbandingan. Diperkirakan kajian para sarjana muslim mempengaruhi perkembangan pemikiran disekolah tersebut. Kajian akademik yang berasal dari penerjemahan buku-buku Arab diwariskan kepada peradaban Yunani dan bahkan spanyol (Imad Ahmad: 2002).





Islam dan Sistem Pasar         
Berdagang adalah aktivitas yang paling umum dilakukan di pasar. Untuk itu ayat Alquran selain memberikan simulasi imperatif untuk berdagang, di lain pihak juga mencerahkan aktivitas tersebut dengan sejumlah aturan main yang bisa diterapkan di pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu maupun kelompok. Konsep islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas. Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh bingkai aturan syariah.
Ajaran islam dengan tegas menolak sejumlah ideology ekonomi yang terkait dengan keagungan private property,kepentingan investor, asceticism (menghindari kehidupan duniawi), economic egalitarianism maupun authoritarianism(ekonomi terpimpin atau paham mematuhi seseorang atau badan secara mutlak).
Oleh sebab itu, sangat utama bagi umat Islam untuk secara kumulatif mencurahkan semua dukungannya kepada ide keberdayaan, kemajuan, dan kecerahan peradaban bisnis dan perdagangan. Islam secara ketat memacu umatnya untuk bergiat dalam aktivitas keuangan dan usaha-usaha yang meninggalkan kesejahteraan ekonomi dan social.
Berdagang adalah aktivitas yang paling umum dilakukan dipasar. Untuk itu teks-teks Al-Qur’an selain memberikan stimulasi imperative untuk berdagang, dilain pihak juga mencerahkan aktifitas tersebut dengan sejumlah rambu atau aturan main yang bisa diterapkan dipasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu ataupun kelompok.
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri diatas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame aturan syariah.
Konsep islam memahami bahwa pasar dapat berperan efektif dalam kehidupan ekonomi bila prinsip persaingan bebas dapat berlaku secara efektif. Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun, tidak terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga atau private sektor dengan kegiatan monopolistik ataupun lainnya.


Mekanisme Pasar Islam
Ibnu Taimiyah memiliki pandangan yang jernih bagaimana dalam sebuah pasar bebas, harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Ia berkata “Naik dan turunnya harga tak selalu berkait dengan kezaliman (Zulm) yang dilakukan seseorang. Sesekali, alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jadi, jika membutuhkan peningkatan jumlah barang, sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Disisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tak melibatkan ketidakadilan. Atau, sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan. Maha besar Allah, yang menciptakan kemauan pada hati manusia.
Ibnu Taimiyah mencatat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap permintaan dan konsekuensinya terhadap harga:
1.      Keinginan penduduk (al-raghbah) atas jenis yang berbeda-beda dan sesekali berubah-ubah. Perubahan itu sesuai dengan kelimpahruahan atau kelangkaan barang yang diminta (al-matlub). Sebuah barang sangat diinginkan jika persediaannya sangat sedikit ketimbang jika ketersediaannya berlimpah.
2.      Perubahannya juga tergantung pada jumlah para peminta (tullab). Jika jumlah dari orang-orang yang meminta dalam satu jenis barang dagangan banyak, harga akan naik dan terjadi sebaliknya jika jumlah permintaannya kecil.
3.      Itu juga akan berpengaruh atas menguat atau melemahnya tingkat kebutuhan atas barang  karena meluasnya jumlah dan ukuran dari kebutuhan, bagaimanapun besar atau kecilnya. Jika kebutuhan tinggi dan kuat, harga akan naik lebih tinggi ketimbang jika peningkatan kebutuhan itu kecil atau lemah.
4.      Harga jual berubah-ubah, sesuai dengan  (kualitas pelanggan) siapa saja pertukaran barangn itu dilakukan  (al-Mu’awid). Jika ia kaya dan dijamin membayar utang, harga yang rendah bisa diterima darinya, ketimbang yang diterima dari orang lain yang diketahui sedang bangkrut, suka mengulur-ulur pembayaran atau diragunan kemampuan membayarnya.

Dalam konsep ekonomi Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Pertemuan permintaan dan penawaran tersebut haruslah terjadi rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada suatu tingkat harga.
Dalam konsep Islam, monopoli, duopoli, oligopoli, dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaanya, selama mereka tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan normal yang biasa disebut monopolistic rent.
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil, setiap usaha yang menimbulkan ketidakadilan dilarang. Praktek yang dilarang antara lain :
1.      Talaqqi Rukban, yaitu pedagang membeli barang penjual sebelum mereka masuk kota.
2.      Mengurangi timbangan.
3.      Menyembunyikan cacat barang.
4.      Menukar kurma kering dengan kurma basah.
5.      Transaksi najasy.
6.      Ihtikar.
7.      Ghaban faa-hisy, yaitu menjual harga barang diatas harga pasar.
Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut:
1.      Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas. Sebagai contoh, jika seseorang membutuhkan makanan yang menjadi milik orang lain, maka orang tersebut harus dapat membeli dengan harga yang sesuai.
2.      Terjadi kasus monopoli (penimbunan). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya tindakan negative yang dapat dilakukan oleh pihak yang melakukan kegiatan penimbunan barang.
3.      Terjadi pendistribusian pada satu penjual saja.
4.      Para pedagang melakukan transaksi di antara mereka sendiri dengan harga di bawah harga pasar.
Konsep di atas menentukan bahwa harga pasar Islami harus bisa menjamin adanya kebebasan pada masuk atau keluarnya sebuah komoditas di pasar beserta faktor produksinya untuk menjamin adanya pendistribusian kekuatan ekonomi dalam sebuah mekanisme yang proporsional.

Pasar memiliki berbagai peran yaitu:

1.      Peran Pasar dalam Distribusi Barang dan Jasa.
Pasar terbuka akan mengarahkan pada distribusi barang dan jasa secara optimal kepada keseluruhan konsumen, selama daya beli antar para konsumen di pasar tidak terpaut berjauhan satu dengan lainnya. Dengan begitu sistem islam mengarahkan kepada distribusi kekayaan yang adil dan ihsan, sehingga sebuah komunitas muslim tidak terkotak-kotak dengan jenjang level kekayaan yang terpaut berjauhan antara satu jenjang dengan lainnya. Distribusi pendapatan atau pembagian kekayaan akan menjamin terjadinya keadilan distribusi barang dan jasa di pasar. Karena dalam pasar terbuka dan pasar persaingan sempurna setiap individu akan selalu berpikir dan berusaha untuk mendapatkan manfaat atau utilitas tertinggi dari setiap canangan pengeluarannya.
2.      Peran Pasar dalam Efisiensi Produksi
Kontrol dan pembatasan faktor produksi dalam tatanan nilai islam dilakukan dengan memanfaatkan instrumen harga di pasar. Instrument harga di pasar akan mengarahkan efisiensi bahan baku produksi dari berbagai macam hasil produksi permintaan konsumen di pasar. Dengan demikian proses efisiensi bahan baku produksi pada pasar islami memang sangat terkait erat kepada harga dan tingkat keuntungan namun tidak keluar dari kaidah umum syariah yang berlaku.
3.      Peran Pasar dalam Distribusi Pendapatan.
Hukum permintaan dan penawaran di pasar sangat berperan dalam menentukan pendapatan karena pendapatan di pasar direpresentasikanoleh harga yang berlaku sebagai alat tukar atas penggunaan jasa ataupun aneka ragam produk. Konsep distribusi kemudian memanfaatkan instrument harga untuk menentukan nilai barang dan jasa yang ditawarkan di pasar. Dengan demikian setiap pendapatan yang diterima berlaku sebagai insentif dari kepemilikan faktor-faktor produksi. Untuk lebih jelasnya perihal harga dari faktor produksi dapat diilustrasikan sebagai berikut:
·         Peran pasar dalam menentukan upah.
·         Peran pasar dalam menentukan keuntungan.
·         Peran pasar dalam menentukan tingkat pengembalian hasil lahan.


Pengawasan pasar
Ajaran islam tidak hanya merekomendasikan sejumlah aturan berbau perintah maupun larangan yang berlaku di pasar. Dari itu, islam juga menggariskan sebuah sistem pengawasan yang dapat dicanangkan dalam melanggengkan mekanisme dan struktur pasar.
1.      Pengawasan Internal
Pengawasan ini berlaku personal pada setiap diri pribadi muslim. Sistem pengawasan ini akan bergantung sepenuhnya kepada adanya pendidikan islami dengan melandaskan nilai kepada rasa takut kepada Allah. Untuk aktivitas perdagangan di pasar, individulah yang penting dan bukan komunitas pasar secara keseluruhan ataupun bangsa secara umum.
2.      Pengawasan Eksternal
Ajaran islam mengenalkan sistem hisbah yang berlaku sebagai pengawas pasar. Secara umum pengawas pasar berfungsi sebagai berikut:
·         Mengorganisir pasar agar dapat memfungsikan diri sebagai solusi permasalahn ekonomi.
·         Menjamin instrumen harga barang dan jasa yang disesuaikan dengan hukum permintaan dan penawaran.
·         Melakukan pengawasan produk-produk yang masuk di pasar.
·         Mengupayakan agar informasi di pasar dapat terdistribusikan secara baik kepada para penjual maupun pembeli.
·         Menjamin tidak adanya praktik monopolistik para pelaku pasar.      
·         Mengupayakan perilaku moral islami yang berkaitan dengan sistem transaksi perdagangan seperti kejujuran, amanah dan toleransi.

Intervensi Pasar
Dalam konsep Islam, cara pengendalian harga ditentukan dengan menilik pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah perubahan murni pada demand dan supply, mekanisme pengendalian dilakukan melalui intervensi pasar, sedangkan bila penyebabnya adalah distorsi terhadap demand dan supply murni, mekanisme pengendalian dilakukan melalui penghilangan distorsi termasuk penentuan intervensi harga untuk mengembalikan harga pada keadaan sebelum distorsi.
Intervensi pasar menjadi sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok. Dalam keadaan kekurangan barang kebutuhan pokok, pemerintah dapat memaksa pedagang yang menahan barangnya untuk menjualnya kepasar. bila daya beli masyarakat tengah, pemerintahpun dapat membeli barang kebutuhan pokok tersebut dengan uang dari baitul mal. Untuk selanjutnya enjual dengan tangguh bayar seperti yang telah dilakukan Umar ra. Bila harta yang ada di baitul mal tidak mencukupi, pemerintah dapat meminta si kaya.
Intervensi pasar tidak selalu dilakukan dengan menambah jumlah ketersediaan barang, tetapi juga menjamin kelancaran perdagangan antar kota. Terganggunya jalur perdagangan antar kota akan menyebabkan pasokan barang berkurang atau secara grafis kurva penawaran bergeser ke kiri. Intervensi pemerintah dalam mengatasi terganggunya jalur perdagangan, akan membuat normal kembali pasokan, yang secara grafis digambarkan dengan kurva penawaran yang bergeser ke kanan.
Adapun macam-macam intervensi pasar adalah sebagai berikut :
1.      intervensi harga ceiling price.
2.       intervensi harga floor price.
3.       intervensi harga Islami.
Lebih jauh lagi Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut:
1.      Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang maupun jasa), para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sesuai.
2.      Terjadi kasus monopoli (penimbunan), para fuqaha sepakat untuk memberklakukan hak Hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atas kepemilikan barang) oleh pemerintah.
3.      Terjadi keadaan al-hasr (pemboikotan), dimana distribusi barang hanya terkonsntrasi pada satu penjual atau pihak tertentu
4.      Terjadi koalisi antar para penjual, dimana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi diantara mereka sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya di bawah harga pasar.


Kesimpulan
Pasar, negara, individu dan masyarakat selalu menjadi diskursus  hangat  dalam ilmu  ekonomi. Menurut ekonomi kapitalis (klasik), pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem  perekonomian.
Berdagang adalah aktivitas yang paling umum dilakukan di pasar. Untuk itu ayat Alquran selain memberikan simulasi imperatif untuk berdagang, di lain pihak juga mencerahkan aktivitas tersebut dengan sejumlah aturan main yang bisa diterapkan di pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu maupun kelompok.
Pasar memiliki berbagai peran yaitu:
1.      Peran Pasar dalam Distribusi Barang dan Jasa.
2.      Peran Pasar dalam Efisiensi Produksi.
3.      Peran Pasar dalam Distribusi Pendapatan.
Ajaran islam tidak hanya merekomendasikan sejumlah aturan berbau perintah maupun larangan yang berlaku di pasar. Dari itu, islam juga menggariskan sebuah sistem pengawasan yang dapat dicanangkan dalam melanggengkan mekanisme dan struktur pasar.
 Dalam Konsep Ekonomi Islam penetuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara relasama rela, tidak pihak yang merasa untuk melakukan transaksi pada suatu tingkat harga.
Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadaan aniaya yaitu mana kala salah satu pihak senang diatas kesedihan pihak lain. Dalam hal harga , para ahli fiqh merumuskannya sebagai The Price of the equivalen (haraga padan). Konsep harga padan ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif.
Dalam konsep Islam, monopoli, duopoly, oligopoly dalam artian hanya ada satu penjual, dua pennjual, atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaannya selama mereka tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan normal. Ini merupakan konsekuensi dari konsep harga padan.
Pada garis besarnya ekonomi islami mengidentifikasi tiga bentuk distorsi pasar : distorsi penawaran dan distorsi permintaan, tadlis (penipuan), taghrir (ketidak pastian).
Daftar Pustaka
1.       Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: IIIT Indonesia.
2.       Nasution, Mustofa Edwin. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana perdana Media.
3.       Aswar Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gemar Insani.
4.       Al-Qur’an  Al-Karim




























[1] . invisible hands bisa disebut juga dengan Tangan tak terlihat.
[2] . at-Tirmidzi,” al-Bayu”, bab 73; dan Sunan Abu Dawud, al-Bayu”, bab 5
[3] . Shahih Muslim, “al-Muzara’ah”, hlm. 157,158

Jumat, 30 Maret 2012

kata2 jitu...

Senjata untuk dapatin doi...


Bekas Bentrok Jadi Tontonan Warga. Hatiku ke kamu udah mentok, makanya nggk kemana-mana..

Ngga ada unjuk rasa, bensin ngga jadi naik. Diantara semua wanita di Indonesia, kamu yang paling baik...

demo ricuh, anggota dewan meracau, kalo kamu tak acuh, hatiku jadi kacau..

Anak belalang , anak lembu , Dari dulu pengen bilang , kalau ak syng bgt sama kmu...

Tukang jamu , pergi bertamu , Ak mau mendampingi dirimu , Ak mau Cintai kekuranganmu...

Cuaca Buruk Berakhir, Nelayan Kupang Panen Ikan. Cuma kamu yg aku taksir, abis selalu bisa bikin hatiku nyaman...

BBM batal naik, demonstran makan duku, kamu begitu baik, mau menerima kekuranganku..

Kota solo , kota gorontalo,Terkadang bkn krn kangen gue nunggu SMS lo , karna gue khawatir sama lo...

Buah jambu , buah semangka , Ak mau mendampingi dirimu , dlm suka dan duka...

Hari sabtu enaknya tidur, tp diajak teman ke bandara , Cintaku padamu ga bisa di ukur, bagaikan luasnya samudera. ...


Sabtu, 10 Desember 2011

PENANTIAN



Aku di sini sedang menanti
Pada detik-detik puncak kehidupan
Yah..puncak kehidupan fana yang segera tiba
Pada akhir alphabet ibarat ujung dunia
Ketika pena telah mengering…
Tercatat sudah di Lauh Mahfudz..
Lembaran-lembaran scenario para insanNYA
Tak satu pun makhluk memiliki prerogative tuk mengubah
Aku di sini merindukannya, meski kalbu terkadang gentar…
Mengaku kotor dan hina jiwa ini
Namun,  hanya itu ku dapat menjumpai Nya
Dengan penuh dosa ataukah kebaikan, kubawa jiwaku?
Menghadap Sang Penggenggam Jiwa
Meski jelas di sana pada Lauh MahfudzNya
Kuingin jiwaku kembali suci ketika menghadapNYA
Kuingin tak sia-sia jiwa ini dalam penantian
Penantian yang tiap insan merasakannya
Penantian yang terkadang nyaris terlupakan
Penantian yang sesungguhnya dirindukan kalbu tiap makhlukNya

Mentari-MU





Sepi…sunyi…..
Dalam gerimis yang kunanti
Menatap langit mendung yang pekat, tak ada mentari
Mungkinkah hatiku semendung itu?
Atau lebih pekat lagi?
Tak ada cahaya kebahagiaan
Yang ada kegalauan tuk mencari
Yah..mencari sesuatu yang abadi
Sesuatu yang sanggup menghadirkan mentari
Mentari keabadian, yang slalu menyinari hidupku
Ya Robb, jangan Engkau biarkan hatiku pekat
Jangan Engkau biarkan gerimis itu slalu mengalir
Aku inginkan mentariMU
Aku inginkan cahaya abadiMU
Yang sanggup membuatku paham  hakikat kebahagiaan
Yang sanggup menuntunku pada jalan menujuMU
Karna kuingin menjumpaiMU
tanpa hati yang mendung 

Selasa, 06 Desember 2011

Jenis Pemasaran Produk Asuransi

Pemasaran produk asuransi / insurance product sangat beragam jika dilihat pada profit perusahaannya. Koorporasi asuransi ada yang dari dalam negeri maupun dari luar. Dan didalam negeri misalnya asuransi Bumi Putra, asuransi Jiwa Seraya, asuransi Wahana Tata, asuransi Prudensial, asuransi Jasindo, asuransi Bhakti Bhayangkara, serta berbagai asuransi yang didirikan oleh bank- bank lokal. Asuransi / insurance yang didirikan oleh bank-bank lokal adalah cara untuk menghimpun dana lokal selain dari perbankan. Kemudian ada lagi asuransi yang berasal dari luar negeri misalnya Manulife, Chartered Insurer, Mitsui Sumitomo, Tokio Marine, serta lainnya.
Produk asuransi / insurance product yang ditawarkan juga beragam misalnya saja asuransi pendidikan, asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, asuransi cacat tetap total, asuransi RS dan pembedahan, asuransi rawat jalan, asuransi perawatan gigi, asuransi kaca mata, asuransi melahirkan, asuransi kerugian, serta asuransi lainnya. Setiap asuransi yang ditawarkan tersebut memiliki benefit dan keunggulan masing-masing. Nah, untuk itu dalam menawarkannya tentunya memerlukan seorang pemasar yang dapat mengomunikasikan jenis masing-masing asuransi. Saat ini semakin banyak orang yang sadar akan perlindungan terhadap risiko yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Pemasar setiap perusahaan asuransi juga beragam. Ada yang menggunakan pemasar sebagai karyawan tetap, tetapi ada juga yang menggunakan pemasar free land. Artinya, pemasar-pemasar yang direkrut adalah orang-orang yang bekerja secara part time. Mekanismenya perusahaan asuransi membentuk keagenan di mana para agen akan merekrut anak buah sebagai pemasar free land. Strategi pemberdayaan pemasar akan berlainan setiap perusahaan asuransi / insurance company, semua itu bergantung pada strategi pemberdayaan sumber daya manusia yang digunakan.
Beberapa pemasar memilih sebagai tenaga free land untuk menambah penghasilan dibanding menjadi karyawan tetap. Oleh sebab itu tidak jarang yang memasarkan asuransi tersebut dari berbagai profesi, misalnya dari para guru, PNS, pegawai swasta maupun ibu rumah tangga, semua mendapat kesempatan dalam mengembangkan dan menjual polis asuransi / polish insurance.
Untuk mendapatkan skill yang memadai tak jarang para pemasar akan mendapatkan training mengenai materi asuransi maupun skill dalam memasarkan asuransi. Kalau anda seorang mahasiswa sebenarnya mengikuti organisasi asuransi akan menguntungkan untuk pembelajaran dan jika ingin serius maka bisa diteruskan. Dari training-training akan didapat pengetahuan dan skill yang cukup memadai. Saya kira pemasaran produk asuransi akan menarik, sebab penghasilan yang didapat sungguh luar biasa jika mau dengan serius. Di Indonesia ada satu wanita yang menjadi the best dan mendapatkan penghasilan luar biasa setiap tahunnya karena berjualan produk-produk asuransi, belum lagi perjalanan ke luar negeri sebagai bonus keberhasilannya.



Pustaka: Getting Rich as a Marketer Oleh Frans M. Royan

IMAN KEPADA ALLAH SWT


A“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS Al Furqan : 58)
Sesuai dengan kekuasaannya, Allah memiliki sifat Hayat yang mutlak, hidup dengan sendirinya dan sifatnya kekal. Hidup tidak pernah berakhir dengan kematian, karena mati hanyalah milik makhluk. Dengan demikian wajib bagi Allah SWT bersifat hayat, dan mustahil bagiNya besifat maut.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia hendaknya bebuat baik selama hidup di dunia yang hanya sekali ini, sebab yang hidup kekal hanya Allah sedang manusia pasti mengalami kematian.
  1. Allah Bersifat Sama’ (Mendengar), Mustahil ‘Asham (Tuli)
Allah SWT bersifat mendengar (sama’), lawannya tuli. Mendengarnya Allah SWT tidak sama dengan mendengarnya manusia. Pendengaran manusia dapat mengalami gangguan, seperti menjadi tuli dan tidak dapat mendengar. Ketajaman pendengaran manusia terbatas dan tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
Allah Maha Mendengar, tidak ada suara yang tidak didengar oleh Allah SWT. Tidak ada kesulitan bagi allam SWT mendengar semua suara walaupun suara itu sangat lemah. Bahkan suara hati manusia akan didengar oleh Allah SWT. Orang yang beriman kepada Allah SWT niscaya akan merasa senang dan tenang karena tidak khawatir bahwa doa atau permohonannya tidak akan didengar oleh Allah SWT. Firman Allah SWT;
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.” (QS Al Baqarah : 127)
Setiap muslim di manapun berada, siang atau malam, di tempat ramai atau tersembunyi, senantiada didengar oleh Allah SWT. Sikap ini harus ditanamkan dalam perilaku sehari – hari. Tidak ada kesulitan bagi Allah mendengar sesuatu dan semua suara walaupun suara itu sangat lemah, bahkan suara hati manusia akan didengar oleh Allah SWT.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia dalam berbicara harus berhati – hati, jangan berkata kotor, porno, atau cabul, sebab dimana manusia berbicara Allah pasti mendengar.
  1. Allah Bersifat Bashar (Melihat), Mustahil A’ma (Buta)
Allah bersifat Maha Melihat, lawannya buta. Melihatnya Allah SWT adalah sempurna terhadap apa yang ada di alam ini. Firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al hujurat : 18)
Bashar artinya melihat, maksudya Allah maha meliaht kepada seluruh makhluknya. Penglihatan Allah sangat luas tidak dibatasi oleh suatu apapun. Allah maha melihat terhadap yang nampak maupun yang tersembunyi.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini hati – hati, jangan berbuat maksiat sebab Allah pasti melihat meskipun di mana saja kita berada.
  1. Allah Bersifat Kalam (Berfirman), Mustahil Abkam (Bisu)
Allah SWT bersifat kalam, lawannya bisu. Kalam Allah SWT adalah sempurna. Terbukti dalam firmannya yang termaktub dalam Al Qur’an yang sempurna. Karena itu tidak ada bahasa manusia yang dapat menggantikan bahasa (kalam) Allah SWT, karena kalam Allah SWT itu bersih dari segala kata manusia.

A.   Asmaul Husna

Asmaul Husna adalah nama-nama yang baik yang merupakan sifat-sifat Allah SWT. Nama-nama itu banyak kita jumpai dalam Al Qur’an. Diantara nama-nama Allah SWT yang juga sekaligus merupakan sifat-sifat Allah SWT, ialah :
  1. Al ‘Adlu (Adil)
Allah SWT Maha Adil terhadap makhluknya, terbukti dalam segala hal, baik yang meyangkut urusan keduniaan maupun urusan akhirat. Misalnya, dalam ibadah Allah SWT tidak membeda-bedakan si kaya dan si miskin, antara pejabat dengan staff dan sebagainnya. Kadar yang menjadi ukuran di sisi Allah SWT ialah ketakwaan hamba-hambanya. Allah SWT berfirman:

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl : 90)
  1. Al Ghaffar (Pengampun)
Al Ghaffar merupkan sifat Allah yang artinya Pengampun. Maghfirah (ampunan) Allah SWT selalu dilimpahkan kepada makhluknya yang mau mengakui kesalahan dan bertaubat. Sifat pengampun Allah SWT ini dapat dilihat dalam firmannya:         
Artinya : “Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Shaad : 66)
  1. Al Hakim (Bijaksana)
Di antara sifat Allah SWT adalah Al Hakim, artinya bijaksana. Kebijaksanaan Allah SWT tidak terbatas kepada bentuk ciptaannya saja, tetapi mencakup segala hal. Sebagai contoh, segala yang diperintahkan Allah SWT, baik yang mengandung ibadah maupun muamalah, selalu mengandung hikmah dan bila dikerjakan akan mendapat pahala. Sebaliknya, sesuatu yang dilarang ada hikmahnya dan bila di tinggalkan akan mendapat pahala. Sifat bijaksan ini dapat diperhatikan pada ayat berikut ini.
Artinya: “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ali Imran : 6)
  1. Al Malik (Raja)
Al Malik adalah sifat Allah SWT yang berarti raja. Allah SWT merajai segala apa yang ada di alam ini. Sebagai raja, Dia memiliki sifat kekuasaan dan kesempurnaan, tidak seperti raja di dunia ini yang banyak kekurangan dan kelemahan. Kalau Allah SWT sudah memutuskan sesuatu tak ada satupun yang dapat menolaknya dan kalau Allah SWT melarang sesuatu tidak ada satupun yang dapat mencegahnya. Allah SWT berfirman :
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS Al Mukminun: 116)
  1. Al Hasib (Pembuat Perhitungan)
Al Hasib adalah sifat Allah SWT yang maksudnya Pembuat Perhitungan. Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT tentunya sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Balasan yang berlipat ganda akan diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bersyukur dan berbuat baik. Perhitungan Allah SWT selalu tepat dalam memberi pahala kepada orang yang bebruat kebajikan dan siksa kepada orang yang ingkar kepadanya. Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan, kita harus memperhiutngkan baik buruknya secara cermat, sebab Allah SWT akan menghitung semua amal kita di dunia ini. Allah SWT berfirman:
Artinya: “…Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas segala sesuatu.” (QS An Nisa : 86)
Dengan memahami dan menghayati sifat-sifat dan asma Allah SWT diharapkan akan tumbuh dalam diri manusia kesadaran akan keagungan, kebesaran dan ke Maha Pengasihan Allah SWT terhadap sesamam makhluknya. Dengan demikian, pada akhirnya dapat melahirkan keimanan, sikap pengabdian, rendah hati, mengasihi sesama dan berhati lembut.

No.
Nama
Arab
Indonesia
Inggris

الله

The God
1
الرحمن
Yang Memiliki Mutlak sifat Pemurah
The All Beneficent
2
الرحيم
Yang Memiliki Mutlak sifat Penyayang
The Most Merciful
3
الملك
Yang Memiliki Mutlak sifat Merajai/Memerintah
The King, The Sovereign
4
القدوس
Yang Memiliki Mutlak sifat Suci
The Most Holy
5
السلام
Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Kesejahteraan
Peace and Blessing
6
المؤمن
Yang Memiliki Mutlak sifat Memberi Keamanan
The Guarantor
7
المهيمن
Yang Memiliki Mutlak sifat Pemelihara
The Guardian, the Preserver
8
العزيز
Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
The Almighty, the Self Sufficient
9
الجبار
Yang Memiliki Mutlak sifat Perkasa
The Powerful, the Irresistible
10
المتكبر
Yang Memiliki Mutlak sifat Megah, Yang Memiliki Kebesaran
The Tremendous
11
الخالق
Yang Memiliki Mutlak sifat Pencipta
The Creator
12
البارئ
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
The Maker
13
المصور
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Membentuk Rupa (makhluknya)
The Fashioner of Forms
14
الغفار
Yang Memiliki Mutlak sifat Pengampun
The Ever Forgiving
15
القهار
Yang Memiliki Mutlak sifat Memaksa
The All Compelling Subduer
16
الوهاب
Yang Memiliki Mutlak sifat Pemberi Karunia
The Bestower
17
الرزاق
Yang Memiliki Mutlak sifat Pemberi Rejeki
The Ever Providing
18
الفتاح
Yang Memiliki Mutlak sifat Pembuka Rahmat
The Opener, the Victory Giver
19
العليم
Yang Memiliki Mutlak sifat Mengetahui (Memiliki Ilmu)
The All Knowing, the Omniscient
20
القابض
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Menyempitkan (makhluknya)
The Restrainer, the Straightener
21
الباسط
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Melapangkan (makhluknya)
The Expander, the Munificent
22
الخافض
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Merendahkan (makhluknya)
The Abaser
23
الرافع
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Meninggikan (makhluknya)
The Exalter
24
المعز
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Memuliakan (makhluknya)
The Giver of Honor
25
المذل
Yang Memiliki Mutlak sifat Yang Menghinakan (makhluknya)
The Giver of Dishonor
26
السميع
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mendengar
The All Hearing
27
البصير
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Melihat
The All Seeing
28
الحكم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menetapkan
The Judge, the Arbitrator
29
العدل
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Adil
The Utterly Just
30
اللطيف
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Lembut
The Subtly Kind
31
الخبير
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengetahui Rahasia
The All Aware
32
الحليم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penyantun
The Forbearing, the Indulgent
33
العظيم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Agung
The Magnificent, the Infinite
34
الغفور
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pengampun
The All Forgiving
35
الشكور
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pembalas Budi (Menghargai)
The Grateful
36
العلى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Tinggi
The Sublimely Exalted
37
الكبير
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Besar
The Great
38
الحفيظ
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menjaga
The Preserver
39
المقيت
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemberi Kecukupan
The Nourisher
40
الحسيب
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Membuat Perhitungan
The Reckoner
41
الجليل
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mulia
The Majestic
42
الكريم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemurah
The Bountiful, the Generous
43
الرقيب
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengawasi
The Watchful
44
المجيب
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengabulkan
The Responsive, the Answerer
45
الواسع
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Luas
The Vast, the All Encompassing
46
الحكيم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maka Bijaksana
The Wise
47
الودود
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pencinta
The Loving, the Kind One
48
المجيد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mulia
The All Glorious
49
الباعث
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Membangkitkan
The Raiser of the Dead
50
الشهيد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menyaksikan
The Witness
51
الحق
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Benar
The Truth, the Real
52
الوكيل
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memelihara
The Trustee, the Dependable
53
القوى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Kuat
The Strong
54
المتين
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Kokoh
The Firm, the Steadfast
55
الولى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Melindungi
The Protecting Friend, Patron, and Helper
56
الحميد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Terpuji
The All Praiseworthy
57
المحصى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengkalkulasi
The Accounter, the Numberer of All
58
المبدئ
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memulai
The Producer, Originator, and Initiator of all
59
المعيد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengembalikan Kehidupan
The Reinstater Who Brings Back All
60
المحيى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menghidupkan
The Giver of Life
61
المميت
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mematikan
The Bringer of Death, the Destroyer
62
الحي
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Hidup
The Ever Living
63
القيوم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mandiri
The Self Subsisting Sustainer of All
64
الواجد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penemu
The Perceiver, the Finder, the Unfailing
65
الماجد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mulia
The Illustrious, the Magnificent
66
الواحد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Tunggal
The One, The Unique, Manifestation of Unity
67
الاحد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Esa
The One, the All Inclusive, the Indivisible
68
الصمد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
The Self Sufficient, the Impregnable, the Eternally Besought of All, the Everlasting
69
القادر
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
The All Able
70
المقتدر
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Berkuasa
The All Determiner, the Dominant
71
المقدم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mendahulukan
The Expediter, He who brings forward
72
المؤخر
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengakhirkan
The Delayer, He who puts far away
73
الأول
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Awal
The First
74
الأخر
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Akhir
The Last
75
الظاهر
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Nyata
The Manifest; the All Victorious
76
الباطن
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Ghaib
The Hidden; the All Encompassing
77
الوالي
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memerintah
The Patron
78
المتعالي
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Tinggi
The Self Exalted
79
البر
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penderma
The Most Kind and Righteous
80
التواب
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penerima Tobat
The Ever Returning, Ever Relenting
81
المنتقم
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Penyiksa
The Avenger
82
العفو
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemaaf
The Pardoner, the Effacer of Sins
83
الرؤوف
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pengasih
The Compassionate, the All Pitying
84
مالك الملك
Yang Memiliki Mutlak sifat Penguasa Kerajaan (Semesta)
The Owner of All Sovereignty
85
ذو الجلال و الإكرام
Yang Memiliki Mutlak sifat Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
The Lord of Majesty and Generosity
86
المقسط
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Adil
The Equitable, the Requiter
87
الجامع
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mengumpulkan
The Gatherer, the Unifier
88
الغنى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Berkecukupan
The All Rich, the Independent
89
المغنى
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memberi Kekayaan
The Enricher, the Emancipator
90
المانع
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Mencegah
The Withholder, the Shielder, the Defender
91
الضار
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memberi Derita
The Distressor, the Harmer
92
النافع
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Memberi Manfaat
The Propitious, the Benefactor
93
النور
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
The Light
94
الهادئ
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pemberi Petunjuk
The Guide
95
البديع
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pencipta
Incomparable, the Originator
96
الباقي
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Kekal
The Ever Enduring and Immutable
97
الوارث
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pewaris
The Heir, the Inheritor of All
98
الرشيد
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Pandai
The Guide, Infallible Teacher, and Knower
99
الصبور
Yang Memiliki Mutlak sifat Maha Sabar
The Patient, the Timeless

B.   Fungsi Iman Kepada Allah SWT

Fungsi iman dalam kehidupan manusia adalah sebagai pegangan hidup. Orang yang beriman tidak mudah putus asa dan ia akan memiliki akhlak yang mulia karena berpegang kepada petunjuk Allah SWT yang selalu menyuruh berbuat baik.
Fungsi iman kepada Allah SWT akan melahirkan sikap dan kepribadian seperti berikut ini.
  1. Menyadari kelemahan dirinya dihadapan Allah Yang Maha Besar sehingga ia tidak mau bersikap dan berlaku sombong atau takabur serta menghina orang lain
  2. Menyadari bahwa segala yang dinimatinya berasal dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sikap menyebabkan ia akan menjadi orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Ia memanfaatkan segala nikmat Allah SWT sesuai dengan petunjuk dan kehendak Nya
  3. Menyadari bahwa dirinya pasti akan mati dan dimintai pertanggungjawaban tentang segala amal perbuatan yang dilakukan. Hal ini menyebabkan ia senantiasa berhati-hati dalam menempuh liku-liku kehidupan di dunia yang fana ini.
  4. Merasa bahwa segala tindakannya selalu dilihat oleh Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Ia akan berusaha meninggalkan perbuatan yang buruk karena dalam dirinya sudah tertanam rasa malu berbuat salah. Ia menyadari bahwa sekalipun tidak ada orang yang melihatnya namun Allah Maha Melihat. Dalam salah satu riwayat pernah dikisahkan, pada suatu hari Khalifah Umar bin Khattab menjumpai seorang anak pengembala kambing. Lalu Khalifah meminta kepada gembala itu agar mau menjual seekor kambing kepadanya, berapa saja harganya. Namun anak itu berkata: “Kambing ini bukan milikku melainkan milik majikanku”. Lalu Khalifah Umar berkata lagi: “Bukankah majikanmu tidak ada disini?” Jawab anak gemabala tersebut,” Memang benar majikanku tidak disini dan ia tidak mengetahuinya, tetapi Allah Maha Mengetahui” mendengar jawaban anak itu, Umar tertegun karena merasa kagum atas kualitas keimanan anak itu, yakni Allah SWT Maha Melihat dan selalu memperhatikan dirinya, sehingga ia tidak berani berbuat keburukan, walaupun tidak ada orang lain yang melihatnya.
Sadar dan segera bertaubat apabila pada suatu ketika karena kekhilafan ia berbuat dosa. Ia akan segera memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahat yang dilakukannya, sebagai mana diterangkan dalam Al Qur’an.
šúïÏ%©!$#ur #sŒÎ) (#qè=yèsù ºpt±Ås»sù ÷rr& (#þqßJn=sß öNæh|¡àÿRr& (#rãx.sŒ ©!$# (#rãxÿøótGó$$sù öNÎgÎ/qçRäÏ9 `tBur ãÏÿøótƒ šUqçR%!$# žwÎ) ª!$# öNs9ur (#rŽÅÇム4n?tã $tB (#qè=yèsù öNèdur šcqßJn=ôètƒ ÇÊÌÎÈ
135.  Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri[1] sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. (Qs. Ali Imran 135)
Fungsi iman kepada Allah SWT akan menumbuhkan sikap akhlak mulia pada diri seseorang. Ia akan selalu berkata benar, jujur, tidak sombong dan merasa dirinya lemah dihadapan Allah SWT serta tidak berani melanggar larangannya karena ia mempunyai iman yang kokoh. Oleh karena itu, iman memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yakni sebagai alat yang paling ampuh untuk membentengi diri dari segala pengaruh dan bujukan yang menyesatkan. Iman juga sebagai pendorong seseorang untuk melakukan segala amal shaleh.

C.   Akhlak Kepada Allah swt

Akhlak kepada Allah Swt  adalah sekumpulan sikap yang mesti dimiliki dan diperbuat oleh seorang muslim hubungannya dengan Allah Swt.. Akhlak kepada Allah ini diwujudkan dalam bentuk sikap atau akhlak dasar kita kepada Allah dan juga tercermin dalam amalan ibadah kita kepada Allah, seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain.
Hal-hal yang wajib dilakukan oleh seorang muslim hubungannya dengan Allah, antara lain meliputi; mengakui keesaan Allah Swt, ikhlas, syukur, ridha atas ketentuan-Nya dan sabar akan cobaan-Nya, khusnudzan kepada-Nya, tawakkal (berserah diri kepada Allah), raja’ (berharap akan rahmat Allah), khouf (khawatir akan siksa Allah) dan lain-lain.
1.      Mengakui Keesaan Allah Swt
Pengakuan akan keesaan dan kesempurnaan Allah  merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang muslim. Pengakuan ini sekaligus sebagai bentuk keimanan dan keyakinan kita akan adanya Allah dengan semua sifat kesempurnaan yang melekat dalam Dzat-Nya. Keyakinan ini tidak boleh luntur dari hati setiap orang muslim, karena keyakinan inilah yang membedakan antara seorang muslim dan non muslim. 
Di antara yang harus diyakini kebenarannya berkaitan dengan Allah adalah bahwa:
·         Allah Maha Esa, Dia tidak mempunyai teman atau sekutu, anak, isteri, bapa, ibu dan hubungan kekerabatan lainnya.
·         Dia-lah yang paling awal, tidak ada yang mendahuluinya.
·         Dia-lah yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya.
·         Dia-lah yang memberikan rizqi kepada semua makhuk-Nya, baik yang beriman maupun yang ingkar kepada-Nya.
·         Dia-lah yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan jauh dari semua sifat kekurangan.
·         Dia-lah yang berhak disembah.
·         Kepada-Nya lah tempat kembali semua persoalan
·         Dia-lah yang memberikan petunjuk atau hidayah kepada manusia.
·         Dia-lah yang mengetahui segala sesuatu.
Singkat kata, apa yang mesti kita lakukan berkaitan dengan keberadaan Allah Swt adalah  tauhidullah, taqdisullah, ta’dzimullah, dan ta’abud lillah.
2.      Tauhidullah
Artinya “mentauhidkan Allah” yakni mengesakan Allah.  Meyakini bahwa Allah itu satu, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dia-lah yang menciptakan segala sesuatu. Kita tidak boleh menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, karena selain Allah adalah ciptaan-Nya atau makhluk-Nya. Hanya kepada-Nya lah kita memohon dan berdo’a.
Firman Allah dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-4 menyebutkan:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Artinya; Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”(QS al-Ikhas 1-4)
Lawan dari tauhidullah ini adalah ”menyekutukan Allah” atau syirik. Orang yang melakukan perbuatan syirik disebut dengan “Musyrik”. Syirik termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah. Firman Allah dalam surat an-Nisa: 116 menegaskan tentang hal itu.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”(QS an-Nisa 116).
Contoh perbuatan syirik itu antara lain: (i) Menjadikan selain Allah (makhluq) sebagai tuhan. (ii) Menganggap bahwa Allah mempunyai anak, isteri atau sifat-sifat kemanusia yang lain, (iii) Memohon pertolongan atau berdo’a kepada selain Allah, dan lain-lain.
3.      Taqdisullah
Artinya mensucikan Allah dari semua sifat-sifat kekurangan, karena Allah adalah Maha dari segala sifat kesempurnaan.
4.      Ta’dhimulah
Artinya mengagungkan Allah. Hanya Allah yang Maha Agung, Maha Mulia, Maha Tahu dan Maha-Maha yang lain. Kita harus menyadari diri kita sendiri sebagai hamba yang lemah, tidak berdaya dan tidak ada apa-apanya di hadapan Allah. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita yang lemah ini membutuhkan pertolongan Allah dalam segala hal. Kita tidak boeh sombong di hadapan Allah maupun makhluk-Nya, karena yang paling pantas untuk sombong hanyalah Allah semata.
Sikap ta’dhimullah ini pada gilirannya akan membawa kita pada kesadaran hati dan tahu diri bahwa apa yang kita miliki seperti, harta, anak, isteri, kecantikan, kedudukan dan lain-lain, akan tidak punya arti apa-apa lagi di hadapan Allah. Semua yang kita miliki hanyalah anugerah dan titipan atau amanat Allah yang sewaktu-waktu bisa saja “lepas” dari tangan kita, jika Allah memintanya kembali.
5.      Ta’abud lillah
Artinya hanya kepada Allah-lah dan karena Allah-lah, kita beribadah. Setelah kita mengakui akan keesaan Allah, keagungan-Nya, kesempurnan-Nya, maka sudah seharusnya kita sebagai hamba Allah mempersembahkan yang terbaik kepada-Nya dalam bentuk ibadah. Ibadah di sini difahami sebagai perwujudan akan ketergantungan kita pada pertolongan, ridla dan anugerah Allah bukan semata-mata menjalankan kewajiban saja. Allah –baik kita beribadah kepada-Nya atau tidak- akan tetap Maha Sempurna. Kita-lah yang membutuhkan Allah, sehingga kita perlu melakukan “sesuatu” yang bisa membuat Allah semakin sayang kepada kita, yakni dengan melakukan ibadah sebagaimana diperintahkan oleh Allah kepada kita. Dengan demikian, ibadah yang kita lakukan didasari oleh kesadaran bahwa kita memang membutuhkan Allah, disamping memenuhi kewajiban yang dibebankan Allah kepada kita.
6.      Ikhlas
Secara bahasa Ikhlas berarti “murni” atau “bersih” tidak bercampur dengan yang lain.  Artinya, ibadah atau perbuatan apapun yang kita lakukan adalah semata-mata dalam rangka mengharap ridla Allah swt dan mendekatkan diri kepada-Nya, bukan didasari motif atau kepentingan yang  lain.
Perintah untuk berbuat iklhas dapat ditemukan dalam beberapa firman Allah dan hadits Nabi berikut ini:
  • Al-Qur'an surat Al-Bayinah ayat 5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS al-Bayyinah; 5)
  • Al-Qur'an surat Al-Zumar ayat 3
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”(QS al-Zumar; 3)
  • Al-Qur'an surat Al-Nisa ayat 146
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya; “Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar” (QS al-Nisa; 146)
·         Al-Qur'an surat Al-Kahfi ayat 110
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya; “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS al-Kahfi; 110).
·         Hadits Nabi riwayat Ali bin Abi Tholib
Berkata Ali bin Abi Tholib: “Janganlah kalian terlalu memikirkan amal kalian yang sedikit, tapi pikirkanlah bagaimana amalmu itu bisa diterima oleh Allah, karena sesungguhnya Nabi Saw pernah bersabda kepada Muadz bin Jabal: “Ikhlaslah dengan amalmu, niscaya engkau akan dapat balasan walaupun amalmu itu sedikit”.

Hakikat ikhlas

Ketahuilah bahwa setiap sesuatu sering bercampur dengan sesuatu yang lain. Jika sesuatu itu telah terbebas dari sesuatu lain yang mencampurinya, maka ia disebut dengan “murni”. Demikian juga dengan perbuatan tertentu. Jika perbuatan itu tidak dikotori oleh sesuatu yang lain maka perbuatan tersebut dinamakan dengan ikhlas.

Kategori Ikhlas

Menurut al-Ghazali, ikhlas dapat dibagi menjadi dua, yakni ikhlas dalam berbuat dan ikhlas dalam mengharapkan balasan.
a)     Ikhlas dalam beramal atau berbuat adalah bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengagungkan perintah-Nya dan memenuhi panggilan-Nya. Motivasi perbuatannya adalah keyakinan yang benar. Sedangkan kebalikan ikhlas dalam pengertian ini adalah nifaq, yakni melakukan sesuatu untuk mendekatkan diri kepada selain Allah. Konsekuensinya, perbuatan yang dilakukan (secara ikhlas) tersebut dinamakan dengan qurbah, yakni perbuatan yang dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt.
b)     Adapun ikhlas dalam mengharapkan balasan adalah keinginan untuk memperoleh kemanfaatan/ balasan di akhirat nanti melalui perbuatan baik yang dilakukannya. Kebalikan ikhlas dalam pengertian ini adalah riya’, yakni keinginan untuk memperoleh balasan yang bersifat duniawi melalui perbuatan (amalan) akhirat yang dilakukannya, baik balasan yang diinginkannya itu berasal dari Allah maupun dari manusia pada umumnya. Konsekuensinya, perbuatan yang diakukan (dengan ikhlas) dianggap diterima (maqbul) dan berhak mendapatkan pahala dari Allah
Idealnya, setiap perbuatan yang kita lakukan hendaknya memenuhi dua kategori ikhlas di atas, yakni semata-mata karena mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap balasannya di akhirat nanti, bukan di dunia ini.

Hal-hal yang merusak keikhlasan

Hal-hal yang bisa merusak nilai keikhlasan amal kita antara lain:
a)      Nifaq
Yakni perbuatan atau amal yang kita lakukan tidak dimaksudkan untuk Allah semata.
b)      Riya’
Yakni perbuatan atau amal yang kita lakukan hanya dimaksudkan untuk memperoleh balasan atau imbalan dari orang lain, baik imbalan itu berupa materi maupun non materi seperti pujian, penghargaan dan lain-lain.
c)      Bangga hati
Artinya, dengan amal perbuatan yang telah kita lakukan, kita merasa bahwa diri kita telah banyak berbuat baik, sehingga kita merasa bebesar hati. Untuk menghilangkan sifat ini, kita perlu menyadari bahwa amal kita tidak akan bernilai apa-apa dibandingkan dengan karunia atau nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita.
d)     Takut dicela atau dikucilkan oleh orang lain.
Artinya, amal perbuatan yang kita lakukan lebih didasarkan atas pekewuh atau perasaan tidak enak terhadap orang lain, atau takut dikucilkan dalam pergaulan,  bukan didasarkan atas niat yang ikhlas karena mengharap ridla Allah.

Upaya meningkatkan keihklasan

Beberapa upaya untuk meningkatkan keikhlasan kita antara lain;
a)      Belajar untuk tidak menceritakan amal sholih kita kepada orang lain
b)      Belajar untuk melupakan perbuatan baik yang pernah kita lakukan kepada orang lain, sehingga tidak terbersit dalam pikiran kita untuk mengharap balasan dari orang yang pernah kita bantu tersebut.
c)      Menyadari bahwa riya’ bisa mengakibatkan amal perbuatan kita tidak bernilai apa-apa atau sia-sia.

Syukur

Syukur adalah perwujudan rasa terima kasih kita kepada Allah atas semua nikmat dan anugerah yang telah diberikan-Nya kepada kita. Wujud dari rasa syukur tersebut adalah memanfaatkan segala karunia Allah sesuai dengan fungsinya masing-masing, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah.
Lawan dari sifat syukur adalah “kufur”, yakni mengingkari semua nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya dengan jalan menyalahgunakan semua karunia Allah (tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah).
Disamping kita harus bersyukur kepada Allah, kita juga dituntut untuk bersyukur kepada orang lain yang telah memberi bantuan kepada kita. Rasa syukur itu antara lain diwujudkan dalam bentuk:
a)      Merasa gembira atas pemberian/kebaikan orang lain yang kita terima.
b)      Mengekspresikan kegembiraan itu dalam bentuk ucapan dan perbuatan.
c)      Memelihara pemberian itu dengan baik dan memanfaatkannya sesuai dengan yang dikehendaki oleh pihak pemberi.
d)     Membalas pemberian/kebaikan tersebut.
Perintah bersyukur dapat ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur'an dan hadits nabi berikut ini;
·         Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 152

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُون ِ
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) –Ku” (QS al-Baqoroh; 152).
·         Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 172
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُون َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (QS al-Baqoroh; 172).
·         Al-Qur'an surat Luqman ayat 12
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (QS Luqman; 12).
·         Al-Qur'an surat Luqman ayat 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Artinya; “Dan Kami perintahkan kepada manusia untuk (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS Luqman; 14).
·         Hadits Nabi riwayat Tirmidzi
لاَيشكرُ الله من لا يشكر الناسَ (رواه الترميذي)
Artinya: “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada orang lain” (HR Tirmidzi).
·         Hakikat syukur
Menurut al-Ghazali, hakikat syukur itu bisa dicapai oleh seseorang melalui tiga hal, yakni dengan ilmu, keadaan dan perbuatan. Pertama, dengan ilmu, artinya ia mampu melakukan refleksi yang menghasilkan kesadaran bahwa pada hakikatnya, segala karunia, kenikmatan dan kebaikan yang ia rasakan selama ini adalah pemberian atau anugrah Allah Swt. Kedua, dengan keadaan, artinya ia menerima semua anugrah Allah tersebut dengan senang hati, tidak dengan keluh kesah. Sekecil apapun anugerah Allah harus kita sikapi dengan senang hati.
Ketiga, dengan perbuatan, artinya ia mampu membalas semua anugerah Allah tersebut dengan cara melaksanakan apapun yang bisa “menyenangkan” Allah. Wujud perbuatan itu bisa dilaksanakan dengan hati, lisan maupun anggota tubuh yang lain. Bersyukur dengan hati diwujudkan dalam bentuk keinginan yang sangat kuat untuk berbuat baik dan merahasiakannya dari orang lain.
Bersyukur dengan lisan diwujudkan dalam bentuk mengucapkan “pujian-pujian” kepada Allah yang mengekspresikan rasa bersyukur, seperti ucapan “alhamdulillah”. Bersyukur dengan anggota tubuh yang lain diwujudkan dalam bentuk memperbanyak ibadah kita kepada Allah serta memanfaatkan semua karunia-Nya sebagaimana fungsinya, jangan sampai dipergunakan untuk kepentingan maksiyat.

Sujud syukur

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda bersyukur kapada Allah atau sebagai perwujudan rasa bersyukur kepada Allah dalam bentuk perbuatan. Sujud syukur ini disunahkan untuk dilaksanakan oleh seseorang yang mendapatkan kenikmatan atau terhindar dari suatu bahaya.
Dalam Hadits Nabi riwayat Abu Dawud, Ibn Majah dan Tirmidzi dijelaskan;
عن أبى بكرَةَ أنَّ البى صلى الله عليه وسلم كان إذا أتاه أمرٌ يَسُرُّهُ أو بُشِّرَ به خَرَّ ساَجِداً شُكْراً لله تعالى
Artinya; “Dari Abi Bakroh, bahwa Nabi Saw apabia beliau mendapatkan sesuatau yang menggembirakan atau diberi kabar gembira, segera beliau tunduk bersujud sebagai tanda bersyukur kepada Allah” (HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Tirmidzi yang mengangganya sebagai hadits hasan)
Dalam riwayat Baihaqi, Rasulullah melakukan sujud syukur ketika menerima surat dari Ali bin Abi Thalib yang mengabarkan bahwa suku Hamdzan telah masuk Islam. Begitu juga dalam riwayat Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf bahwa Rasulullah melakukan sujud syukur ketika malaikat Jibril mendatangi beliau sambil membawa kabar gembira yang berupa firman Allah (hadits qudsi) yang berbunyi;
من صلّى عليكَ صلَّيْتُ عليه ومن سلَّم عليك سلَّمْتُ عليه
Artinya; “Barang siapa yang bershalawat kepadamu, AKU akan bershalawat kepadanya, dan barang siapa yang bersalam kepadamu, AKU akan bersalam kepadanya”.
Cara sujud syukur: Sujud syukur tidak memerlukan syarat sebagaimana syarat-syarat dalam shalat, karena sujud syukur memang bukan shalat. Menurut Asy-Syaukani: “Dalam sujud syukur tidak terdapat sebuah haditspun yang menjelaskan bahwa untuk melakukannya itu disyaratkan berwudlu lebih dahulu dan suci pakaian atau tempatnya”. Jika mau sujud, hendaklah langsung bertakbir lalu sujud satu kali, kemudian bangkit dari sujud (tetap duduk) dan terus salam. (Ada juga yang berpendapat bahwa sujud syukur itu tidak dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam). Tidak ada bacaan apa-apa dalam sujud syukur, tetapi menurut sebagian ulama, ada yang menyarankan untuk membaca do'a berikut ini dalam sujud syukur (dan juga sujud tilawah)
سَجَدَ وَجْهِىْ لِلَذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ
Aku bersujud kepada Allah swt, Rabb yang menjadikan diriku, membukakan pendengaran dan penglihatanku dengan kekuasaan dan kekuatanNya (HR. Tirmidzi).

Nikmat Allah yang harus disyukuri

Nikmat adalah apa saja yang bisa memberikan kelezatan, keenakan atau kebahagiaan yang bias berupa harta kekayaan, pangkat atau kedudukan, ilmu pengetahuan, kecantikan, kesehatan dan lain-lain.  Semua kenikmatan tersebut pada hakikatnya berasal dari Allah Swt, sebagaimana dalam firman Allah surat al-Nahl ayat 53.
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
Artinya; “Dan apa saja ni`mat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)” (QS al-Nahl; 53)
Nikmat Allah itu amat banyak, sehingga kita tidak akan mampu menghitungnya. Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 18.
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung ni`mat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS an-Nahl; 18)
Namun demikian, secara umum, nikmat Allah itu bias diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu: (i) Kenikmatan yang bersifat jasmani: seperti sandang, pangan, tempat tinggal, harta kekayaan, tubuh dan organ tubuh kita, dan lain-lain. (ii) Kenikmatan yang bersifat rohani; seperti ilmu pengetahuan, petunjuk agama, kesehatan, kedudukan, kebahagiaan dan lain-lain.

Keuntungan bersyukur

Orang yang bersyukur kepada Allah akan memperoleh berbagai keuntungan dan keutamaan dalam hidupnya, diantaranya adalah:
a)      Orang yang bersyukur tidak akan disiksa oleh Allah.
Janji Allah dalam surat An-Nisa ayat 147

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَءَامَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
Artinya; “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”(QS An-Nisa; 147)
Maksudnya Allah Maha Mensyukuri hamba-Nya adalah bahwa Allah memberi pahala terhadap amal perbuatan hamba-hamba-Nya, memaafkan kesalahannya dan menambah nikmat-Nya.
b)      Orang yang bersyukur akan diberikan tambahan nikmat oleh Allah.
Janji Allah dalam surat Ibrahim ayat 7
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya; “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"(QS Ibrahim; 7)
c)      Dari segi psikologis, orang yang bersyukur akan cenderung memiliki sikap qona’ah, yakni sikap menghargai dan menerima nikmat Allah yang diberikan kepadanya, sekecil apapun nikmat itu. Sikap qona’ah ini merupakan tulang punggung ketentraman dan kebahagiaan hidup.
d)     Orang yang bersyukur, dengan sendirinya tidak kan lengah atau lalai untuk memanfaatkan kenikmatan yang dianugerahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
e)      Dalam pergaulan, orang yang bersyukur akan disenangi dan dihargai oleh orang lain, karena ia juga tahu berterima kasih kepada orang lain.

Sebab kufur (mengingkari) nikmat Allah swt

Kenyataan menunjukan, bahwa tidak setiap orang yang memperoleh nikmat (baik langsung dari Allah maupun lewat perantaraan orang lain) yang berterima kasih atau bersyukur kepada pemberi nikmat tersebut. Tidak sedikit orang yang tidak tahu berterima kasih, bahkan kufur nikmat atau mengingkarinya. Hal ini disinggung oleh Allah dalam surat al-Dahr (al-Insan) ayat 3.

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir  atau mengingkarinya”(QS al-Insan; 3).
Hal-hal yang menyebabkan seseorang kufur atau mengingkari nikmat antara lain:
a)      Kebodohan dan kelalaian
Banyak orang yang karena kebodohannya, tidak menyadari bahwa nikmat yang diberikan Allah itu bisa dianggap sebagai ujian baginya. Barang siapa yang bersyukur atau berterima kasih kepada Allah, berarti ia telah lulus ujian dan nikmat itu akan membawanya pada keahagiaan baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Biasanya, orang yang tidak bersyukur, tidak pernah menyadari bahwa harta kekayaan yang dimilikinya bisa saja “diambil” lagi oleh pemiliknya yang sebenarnya, yakni Allah, ia baru menyadari nilai kekayaannya tadi pada saat ia jatuh bangkrut atau miskin, atau pada saat nikmat itu sudah terenggut dari dirinya.
b)      Iri dan dengki
Orang yang memiliki sikap iri dan dengki biasanya selalu merasa iri kepada orang lain yang sedang diberi kenikmatan oleh Allah melebihi dirinya. Ia akan selalu “memandang ke atas” dan tidak mau “melihat ke bawah”. Yang dilihatnya adalah orang lain yang lebih kaya, lebih cantik, lebih bagus kendaraannya daripada dirinya sendiri, ia tidak pernah “melihat ke bawah”, bahwa masih banyak orang lain yang lebih miskin daripada dirinya sendiri, lebih jelek daripada dirinya sendiri dan lain-lain. Sikap yang demikian akan membawa pada keengganan untuk mensyukuri apa yang telah diberikan Allah kepadanya, karena merasa bahwa yang dipunyai sekarang ini masih jauh dari apa yang diinginkannya.
Dalam hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim kita diperintahkan:
أنظروا إلى من هو أسفَلَ منكم، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم، فهو أَجْدَرُ أَن لا تَزْدَرُوا نعمةَ اللهِ عليكم
Artinya; ”Lihatlah orang yang (keadaannya) berada di bawahmu, dan janganlah kamu melihat (keadaan) orang berada di atasmu, yang demikian itu lebih memungkinkan agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah (yang telah diberikan) kepadamu” (HR Mutaffaq ‘alaih).
c)      Tamak atau rakus
Watak dasar manusia pada umumnya adalah tidak pernah merasa puas terhadap apa yang dimilikinya sekarang. Karena dorongan hawa nafsunya, ia selalu ingin mendapatkan yang lebih banyak dari yang sekarang ia miliki. Tentunya, hal ini tidak akan menjadi masalah, jika cara untuk memperolehnya tidak bertentangan dengan norma-norma agama, karena sikap ini justeru sangat dibutuhkan dalam rangka memperbaiki kualitas hidup. Namun demikian, jika keinginan untuk mendapatkan “lebih banyak” ini diwujudkan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama, maka akan membawa pada sikap tamak atau rakus, yang bertumpu pada ketidakpuasan dan tidak adanya rasa syukur atas apa yang dimilikinya sekarang ini.
  

Sabar dan Ridha terhadap Ketentuan (Taqdir) Allah

Sabar adalah kondisi jiwa yang stabil, tenang dan tidak emosional dalam menghadapi segala sesuatu, baik berupa musibah, penderitaan, ejekan atau hinaan dari orang lain maupun hal-hal yang tidak menyenangkan lainnya. Sabar merupakan sebagian dari iman, demikian sabda Nabi Muhammad Saw riwayat Abu Naim.
Termasuk dalam pengertian sabar adalah ridla atas qadla dan qadar Allah. Artinya apapun yang menimpa diri kita baik itu berupa kesenangan maupun penderitaan harus kita terima dengan lapang dada, karena semua itu merupakan ketentuan (qadar) Allah yang pasti berlakunya. Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
من لم يرض بقضائى وقدَرى فليَلْتَمِسْ ربّاً سِوايَ
Artinya; ”Barang siapa yang tidak ridla akan qadla-Ku dan Qadar-Ku (ketentuan-Ku), maka baiklah ia mencari tuhan selain AKU” (HR Thabrani).
Namun, ini tidak berarti kita hanya pasrah dengan penderitaan yang sedang menimpa kita, tetapi kita bersabar dalam menghadapinya sambil berusaha mencari jalan keluar dari penderitaan tersebut.

Macam-macam sabar

a)      Sabar dalam menghadapi penderitaan atau cobaan dari Allah
Seringkali Alah menguji kita dengan berbagai musibah atau bencana seperti kematian anggota keluarga, sakit, hilangnya harta benda, bencana alam dan lain-lain. Menghadapi semua ini, kita dituntut untuk bersabar serta ridla menerima ketentuan Allah tersebut.
Kesabaran ini diwujudkan dalam bentuk ketabahan hati, lapang dada,  tidak terlalu larut dalam kesedihan yang berlebihan serta menyadari bahwa semua yang kita miliki baik berupa nyawa, harta benda, maupun kesehatan pada hakikatnya adalah milik Allah Swt. Dia berhak meminta kembali semua itu, kapanpun Dia mau.
Kita harus menyadari, bahwa jalan menuju akhirat itu penuh dengan tantangan dan ujian, dan barang siapa yang dekat dengan Allah pasti, Ia akan menguji dengan cobaan yang bersifat duniawi. Bukankah Nabi Muhammad Saw pernah bersabda bahwa:
أَشَدّالنَّاسِ بَلَاءًا الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ العُلَمَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ
Artinya; “Orang yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian ulama, kemudian kelompok orang yang setingkat di bawahnya, kemudian kelompok rang yang setingkat dibawahnya lagi”.
Percayalah, bahwa di balik cobaan Allah tersebut ada karunia Allah yang tiada terkira, yakni keridlaan-Nya. Nabi Saw bersabda:
إنّ عِظَمَ الجزاء مع عِظَمِ البلاء، وإنّ اللهَ تعالى إذاأحبَّ قوماً إِبتلا هم فمن رضي فله الرضا ومن سَخِطَ فله السُخْطُ
Artinya; “Sesungguhnya besarnya pahala itu mengikuti besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah, jika menyukai suatu masyarakat, dicobanya masyarakat tersebut (dengan suatu cobaan). Barang siapa yang ridla terhadap cobaan tersebut, ia akan mendapat ridla Allah, (sebaliknya) barang siapa yang marah (tidak menerima) terhadap cobaan itu, ia juga akan memperoleh murka Allah” (HR Tirmidzi)

b)      Sabar dalam melaksanakan ketaatan (ibadah) kepada Allah
Agar kita bisa mencapai maksud dari hakikat ibadah kepada Allah, maka kita harus melakukannya dengan penuh kesabaran dan tabah menghadapi segala hal yang memberatkan. Menurut Al-Ghazali, jika kita hendak betul-betul beribadah karena Allah, maka kita harus menyadari beberapa hal berikut ini:
Tidak ada satu ibadah pun yang tidak memberatkan atau menyusahkan. Itulah sebabnya, setiap bentuk ibadah (terutama ibadah yang termasuk kategori wajib) pasti ada “iming-iming” berupa pahala bagi yang menjalankannya, dan ancaman siksa bagi yang melalaikannya. Dengan demikian, melaksanakan ibadah dalam pengertian ini berarti mengekang hawa nafsu untuk dibelokkan pada hal yang positif atau baik, padahal melawan hakikat hawa nafsu yang cenderung mengajak ke arah negatif merupakan suatu upaya yang sangat beat bagi manusia. Itulah sebabnya, kita dituntut untuk berlaku sabar dalam menjalankan ibadah tersebut.
Jika seseorang melakukan perbuatan baik dengan disertai adanya hal yang memberatkan, tentu akan berhati-hati dalam melakukannya, sehingga perbuatan baiknya tidak ternoda atau rusak. Padahal, sikap hati-hati juga merupakan upaya yang sulit dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, makna sabar dalam pengertian ini adalah melaksanakan ibadah dengan hati-hati agar nilai ibadah kita tidak rusak. Yang dimaksud dengan hati-hati di sini adalah dengan senantiasa memperhatikan syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkan atau merusak nilai ibadah tersebut.
c)      Sabar dalam meninggalkan maksiyat atau larangan Allah
Seperti halnya dengan melaksanakan ibadah, meninggalkan kemaksiyatan juga dituntut kesabaran yang tinggi. Karena hawa nafsu kita cenderung mengarah pada perbuatan maksiyat. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius untuk mengekang hawa nafsu kita agar tidak selalu mengarah pada kemaksiyatan. Upaya ini tentunya sangat membutuhkan kesabaran yang tinggi.
d)     Sabar dalam menghadapi orang yang menyakitinya
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengalami hal-hal yang kurang mengenakkan, seperti cacian, umpatan, fitnah dan lain-lain yang dilancarkan oleh orang lain kepada kita. Kalau kita turuti hawa nafsu kita, tentu kita akan membalas perbuatan orang lain tersebut, atau kita akan sangat marah. Menghadapi semua ini, kita harus berkepala dingin dan berpikiran jernih. Kita harus sabar menghadapinya dengan jalan menyadarkan orang tersebut, bahwa apa yang dilakukannya sama sekali tidak benar. Selanjutnya, kita serahkan semua itu kepada Allah sambil memohon kepada-Nya agar orang tersebut diberi kesadaran.

Keuntungan orang yang sabar

a)      Orang yang sabar akan mendapatkan pahala yang tiada terkira banyaknya. Firman Allah dalam surat al-Zumar ayat 10.
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia Ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Bahkan dalam sebuah hadits Nabi riwayat Bukhari, disebutkan bahwa orang yang sabar akan memperoleh pahala seperti orang yang mati sahid. 
b)      Orang yang sabar akan diampuni dosa-dosanya, seperti yang diterangkan dalam hadits Nabi riwayat  Bukhari dan Muslim.
ما مِن مسلم يُصِيبُهُ أَذًى شَوْكَةً فما فوقها إلاَّ كَفَّرَ اللهُ سيئاتِه وحُطَّتْ عنه ذنوبُهُ كما تُحَطُّ الشجرةُ ورَقَها
Artinya; ”Tidak ada seorang muslim yang tertimpa penderitaan baik berupa duri ataupun yang lebih dari itu, kecuali Allah akan menghapus kesalahannya dan menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana gugurnya dedaunan dari pohonnya” (HR Bukhari-Muslim).
c)      Orang yang sabar akan memperoleh kebahagiaan hidup yang abadi di akhirat, yakni di sorga Allah. Dalam hadits Nabi riwayat Bukhari, disebutkan bahwa Anas pernah mendengar perkataan Nabi Saw yang menerangkan bahwa Allah Swt berfirman:
إذا ابْتَلَيْتُ عبدى بِحَبِيبَتَيْهِ فصبر عوَّضْتُهُ منهما الجنةَ (يريد عينيه)
Artinya; “Apabila AKU menguji seorang hamba-Ku dengan buta kedua matanya, tetapi ia tetap besabar, maka AKU akan mengganti kedua mata hamba-Ku tadi dengan sorga” (HR Bukhari)
d)     Orang yang sabar akan selalu “didampingi” dan dicintai oleh Allah Swt.
e)      Orang yang sabar akan bisa mengalahkan musuh-musuhnya. Firman Allah dalam surat Hud ayat 49.
š
Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini, maka bersabarla, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
f)       Orang yang sabar akan memperoleh kegembiraan, rahmat dan pertunjuk dari Allah.
g)      Orang yang sabar akan memperoleh keselamatn dan kebahagiaan. Firman Allah dalam surat

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
h)      Orang yang sabar akan memperoleh kedudukan yang terhormat dan terpandang dalam masyarakatnya.
i)        Orang yang sabar akan memperoleh kemuliaan yang agung

Kaitan antara syukur dan sabar

Syukur dan sabar merupakan dua hal yang saling melengkapi.  Jika syukur timbul akibat adanya sesuatu yang menggembirakan, maka sabar terjadi karena adanya sesuatu yang menyedihkan dan tidak menyenangkan. Namun demikian, dalam satu peristiwa atau kejadian tertentu, kita dituntut untuk bersyukur sekaligus bersabar. Karena, kenikmatan duniawi yang kita rasakan, disamping bernilai sebagai nikmat yang perlu kita syukuri, bisa saja berubah menjadi bencana atau musibah yang mesti kita hadapi dengan sabar. Begitu juga sebaliknya, musibah yang mestinya kita hadapi dengan kesabaran, bisa saja berubah menjadi kenikmatan yang harus kita syukuri. Oleh karena itu, dalam menghadapi setiap musibah yang menimpa, kita perlu merenungkan hal-hal berikut ini:
a)      Setiap bencana betapapun besarnya, masih ada yang lebih besar lagi, dan Allah bisa saja berbuat sekehendak-Nya. Oleh karena itu, jika kita tertimpa bencana, kita perlu bersyukur kepada Allah, karena Dia tidak menurunkan bencana yang lebih hebat dari yang sekarang kita rasakan.
b)      Anggaplah cobaan atau musibah yang kita alami ini sebagai “hukuman Allah” yang disegerakan sewaktu kita masih hidup di dunia ini agar kita tidak merasakannya lagi di akhirat nanti. Bayangkan, jika bencana tersebut ditunda untuk ditimpakan pada kita besok di akhirat nanti, tentunya akan lebih dahsyat lagi, karena siksaan di akhirat selain lebih mengerikan juga bersifat abadi. Untunglah kita hanya dicoba di dunia saja, sehingga cobaan itu patut kita syukuri dan kita hadapi dengan lapang dada, tidak dengan keluh kesah dan putus asa.
c)      Cobalah renungkan hadits Nabi Saw berikut ini;
إِذا أراد اللهُ يعبدهِ الخيرَ عجَّلَ له العُقُوبَةَ فى الدنيا، وإن أراد بعبده الشَّرَّ أَمسكَ عليه بِذَنبه حتى يُوَافِيَهُ يومَ القيامة
Artinya; “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, Dia ajukan siksanya di dunia dan jika Dia menghendaki kebinasaan bagi hamba-Nya, Dia tahan dosa (hamba) itu sampai ia mendapatkan (balasan)-nya di hari kiyamat” (Dikutip dari kitab Durratunnasikhin)
d)     Segala sesuatu yang terjadi (termasuk bencana/musibah yang menimpa kita) telah ditentukan oleh Allah Swt sejak zaman azalli. Semua ketentuan ini pasti berlaku dan terjadi sebagaimana mestinya, kecuali jika Allah menghendaki lain.
e)      Dengan demikian, jika kita telah ditimpa musibah, berarti kita telah terlepas dari sebagian musibah yang sudah ditentukan untuk kita, (atau mungkin sudah tidak ada lagi musibah yang dipastikan untuk kita). Oleh karena itu, musibah yang datang menimpa kita dapat dianggap sebagai “kenikmatan” yang pantas disyukuri.
f)       Bencana atau musibah yang menimpa kita dapat juga membawa hikmah dan pahala yang besar bagi kita, jika kita hadapi dengan sabar dan tabah. Bukankah Allah telah berfirman dalam surat al-Zumar ayat 10

إنَّماَ يُوَفَّى الصابرون أَجْرَهُمْ بغير حساب
Artinya; “Sesungguhnya orang-orang yang sabar itu akan memperoleh pahala yang tiada terbatas banyaknya”(QS al-Zumar: 10)
Dengan menyadari beberapa hal di atas, maka seberat apapun bencana atau cobaan Allah, dapat dirasakan sebagai karunia-Nya yang menggembirakan. Kita, disamping harus sabar dan tabah menghadapinya, juga harus bersyukur. Dengan demikian, antara menangis dan tertawa dapat dirasakan sebagai dua hal yang “bersaudara”, karena di tengah-tengah rintihan tangis, kita masih bisa tersenyum.

Kesalahpahaman tentang makna sabar

Banyak kesalahfahaman terjadi ketika seseorang memahami makna sabar. Beberapa kesalahfahaman tersebut antara lain;
a)      Sabar berarti menyerah pada nasib
Sabar tidak boleh diartikan “menyerah kepada nasib” dengan meninggalkan segala upaya (baik lahir maupun batin) untuk keluar dari segala penderitaan yang kita alami. Selama penderitaan tersebut masih bisa diatasi, kita harus berikhtiar atau berusaha untuk mengatasinya, karena berikhtiar juga diwajibkan oleh Allah. Dengan demikian, jika kita sedang dicoba Allah dengan suatu penyakit, maka kita harus berusaha untuk mengobati penyakit tersebut. Jika kita sedang dicoba Allah dengan kemiskinan, maka kita harus bekerja keras untuk mengatasinya, bukan dengan cara berpangku tangan sambil mengharap “turunnya emas” dari langit.
Namun demikian, jika kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengatasi segala penderitaan tersebut, dan penderitaan itu tetap saja tidak bisa diatasi, maka kita harus menyadari bahwa hal itu memang sudah ditaqdirkan oleh Allah kepada kita yang mesti kita hadapi dengan sabar, tabah, ridha dan ikhlas. Percayalah, bahwa Allah memiliki rencana tersendiri yang diperuntukkan kepada kita, karena dibalik semua rencana Allah pasti ada hikmah yang bisa kita petik. Kita juga harus menyadari, bahwa keimanan kita memang sedang diuji oleh Allah, apakah iman kita bekualitas “emas” atau “loyang”. Renungkanlah Hadits Nabi riwayat Tabrani berikut ini:
إِنَّ اللهَ لَيُجَرِّبُ أَحَدَكُمْ بِالْبَلَاءِ كَمَا يُجَرِّبُ أَحَدُكُمْ ذَهَبَهُ بِالنَّارِ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَخْرُجُ كَالذَّهَبِ الإِبْرِيْزِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَخْرُجُ كَالذَّهَبِ الأَسْوَدِ
Artinya; “Allah pasti akan mengui salah seorang di antaramu dengan sesuatu kesusahan, seperti halnya salah seorang di antaramu yang menguji emasnya dengan api. Sebagian dari mereka ada yang berhasil keluar (dari cobaan Allah) seperti emas murni, dan sebagian yang lain ada yang keluar seperti emas hitam” (HR Tabrani).
b)      Sabar berarti mengalah
Sering kita dengar orang yang mengatakan bahwa orang yang sabar adalah orang yang selalu mengalah dan pasrah. Betapapun kasar perlakuan orang lain kepada dirinya, ia tetap tidak pernah mau membalasnya. Sikap seperti ini, tentu ada benarnya, tetapi tidak boleh terus menerus. Sekali-kali kita harus memberi pelajaran kepada orang yang menghina kita, mencaci maki kita ataupun yang memfitnah kita, tentunya dengan cara yang bijaksana dan tetap dalam koridor edukatif, yakni dalam rangka menyadarkan orang tersebut agar ia merasa bahwa yang dilakukannya adalah tidak benar.

Bertaubat Kepada Allah swt

Husnudzon (berbaik sangka) kepada Allah

Husnudzon artinya berbaik sangka, yakni berbaik sangka kepada Allah

Tawakkal

Tawwakal artinya menyerahkan semua urusan kita kepada Allah.

Raja’

Raja' artinya tetap optimis dan penuh harap kepada Allah Swt

Khauf

Khauf adalah perasaan khawatir akan siksa dan murka Allah Swt karena menyadari bahwa dirinya penuh dengan dosa dan kesalahan.




[1] yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak Hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya Hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.